Mengenali Keunikan Tradisi “
Hoyak tabuik “
Saya masih teringat jelas ketika saya beumur 8
tahun, kebetulan ketika itu saya di ajak oleh ibu saya pergi untuk melihat
sebuah festival. Ketika tiba di sana saya kaget sekali karena orang yang datang
ramai sekali hingga kami harus berdesak - desakan. Namun, ada satu hal yang
paling menarik perhatian saya yaitu, sebuah benda yang berukuran besar dan
bentuknya seperti hewan atau sejenis kuda namun memliki dua sayap di samping
kiri dan kanannya.
Dan yang lebih menariknya lagi
orang- orang yang mengangkat benda tersebut sangat banyak dan sambil diiringi
teriakan “hoyak hussein – hoyak hussein”
bersama orang –orang yang mengikutinya. Namun, pada saat itu saya mengira
mereka sedang meneriaki kata-kata “Hassan
hussein- Hassan hussein”. Dan festival tersebut di namakan festival “ Hoyak
Tabuik”.
Hoyak Tabuik adalah perayaan
memperingati Hari Asyura (10 Muharam) yaitu mengenang kisah kepahlawanan
dan kematian cucu Nabi Muhammad Saw. Yaitu, Saidina Hassan bin Ali yang
wafat diracun serta Saidina Hussein bin Ali yang gugur dalam peperangan dengan
pasukan Ubaidillah bin Zaid di padang Karbala, Iraq tanggal 10 Muharam 61
Hijrah (681 Masehi).
Dalam pertempuran yang tidak seimbang
itu, tubuh Imam Husain yang sudah wafat dirusak dengan tidak wajar. Kepala Imam
Husein dipenggal oleh tentara Muawiyah. Kematian Imam Husein diratapi oleh kaum
Muslim terutama Muslim Syiah di Timur Tengah dengan cara menyakiti tubuh mereka
sendiri.
Sebagian Muslim
percaya jenazah Husain dibawa ke langit menggunakan Bouraq dengan
peti jenazah yang disebut Tabot. Kendaraan Bouraq yang disimbolkan dengan wujud
kuda gemuk berkepala wanita cantik menjadi bagian utama bangunan Tabuik.
Awalnya Tabuik sebagai simbol ritual bagi pengikut Syi’ah untuk mengumpulkan
potongan-potongan tubuh Imam Husein dan selama ritual itu para peserta
berteriak “Hayya Husein - hayya Husein” atau yang
berarti “Hidup Husein - hidup Husein”. Akan tetapi, di
Pariaman teriakan tersebut telah berganti dimana para pengiring dan peserta
Tabuik akan berteriak “Hoyak Hussein - hoyak Hussein” sambil
menggoyang-goyangkan menara Tabuik yang berbentuk menara dan bersayap serta
sebuah kepala manusia.
Tradisi Tabuik telah ada sejak 1829 di
daerah Pariaman. Dalam pelaksanaannya orang –orang
berdatangan ke pariaman untuk melihat acara festival hoyak tabuik tersebut.
Acara yang dilaksanakan sekitar 10 hari tersebut selalu ramai dikunjungi oleh
para pengunjung baik lokal maupun pengunjung luar dari pariaman tersebut. Ada
yang hanya sekedar ingin melihat saja, mengisi liburan mereka ataupun yang
benar – benar percaya akan tradisi ini. Dan ketika malam puncak pergelaran
hoyak tabuik tersebut pengunjung yang datang sekitar lebih dari 80ribu orang.
Tabuik pun memliki arti yaitu keranda
atau peti mati. Namun ada yang mengatakan bahwa arti dari tabuik tersebut
adalah peti pusaka peninggalan Nabi Musa yang digunakan untuk menyimpan naskah
perjanjian Bani Israel dengan Allah.
Namun kini dekorasi tabuik mengalami bayak
perubahan, tabuik yang diarak oleh warga
Pariaman adalah sebuah replika menara tinggi yang terbuat dari bambu, kayu,
rotan, dan berbagai macam hiasan. Puncak menara adalah sebuah hiasan yang
berbentuk payung besar, dan bukan hanya di puncak, di beberapa sisi menara
hiasan berbentuk payung-payung kecil juga terpasang berjuntai. Tidak seperti
menara lazimnya, bagian sisi-sisi bawah Tabuik terkembang
dua buah sayap. Di antara sisi-sisi sayap itu, terpasang pula ornamen ekor dan
sebuah kepala manusia sepertinya wajah wanita lengkap dengan kerudung.
Bambu-bambu besar menjadi pondasi sekaligus tempat pegangan untuk mengusung Tabuik yang terlihat kokoh dan sangat berat.
Dan untuk menambah semangat para
pengiring tabuik biasanya diiringi dengan musik gendang tasa. Gendang tasa
adalah sebutan bagi kelompok pemain gendang yang berjumlah tujuh orang. Mereka
bertugas mengiringi acara penyatuan tabuik (tabuik naik pangkat).
Pesta Tabuik ini,
dulu dikenal sebagai ritual tolak bala, yang
diselenggarakan setiap tanggal 1-10 Muharram. Tabuik dilukiskan sebagai
“Bouraq”, binatang berbentuk kuda bersayap, berbadan tegap, berkepala manusia
seperti wanita cantik, yang dipercaya telah membawa arwah Hasan dan Husein ke
surga. Dengan dua peti jenazah yang berumbul-umbul seperti payung mahkota,
tabuik tersebut memiliki tinggi antara 10-15 meter.
Puncak Pesta
Tabuik adalah bertemunya Tabuik Pasa dan Tabuik Subarang. Kedua tabuik itu
dihoyak dengan ditingkahi alat musik tambur dan gendang tasa. Petang hari kedua
tabuik ini digotong menuju Pantai Gondoriah, dan menjelang matahari terbenam,
kedua tabuik dibuang ke laut. Dikisahkan, setelah tabuik dibuang ke laut, saat
itulah kendaraan bouraq membawa segala arak-arakan terbang ke surga.
Pembuatan Tabuik
Tabuik dibuat
oleh dua kelompok masyarakat Pariaman, yakni kelompok Pasar dan kelompok
Subarang. Kedua tempat tersebut dipisahkan oleh aliran sungai yang membelah
Kota Pariaman. Kelompok Tabuik Pasar terdiri dari gabungan 12 desa yang ada di
kota Pariaman, sementara kelompok Tabuik Subarang terdari dari gabungan 14 desa
lainnya.
Menurut wrga sekitar, dahulu,
selama berlangsungnya pesta tabuik selalu diikuti dengan perkelahian antara
warga dari daerah Pasar dan Subarang. Bahkan, ada beberapa pasangan
suami-isteri yang berpisah dan masing-masing kembali ke daerah asalnya di
Subarang dan Pasar. Setelah upacara tabuik berakhir, suami-istri tersebut
kembali berkumpul dalam satu rumah. Walaupun korban terluka parah dalam
perkelahian, namun ketika acara berakhir mereka bersatu kembali, sehingga
suasana kembali tenang dan damai seperti semula.
Dalam
acara pesta adat Tabuik yang lamanya sekitar 10 hari (1-10 Muharam), ada
beberapa tahap yang harus dilalui, yaitu berikut ini.
1)
pembuatan tabuik;
2)
tabuik naik pangkat
yaitu menyatukan tiap-tiap bagian tabuik;
3)
maambiak tanah yaitu
mengambil tanah yang dilakukan pada saat adzan Magrib. Pengambilan tanah
tersebut mengandung makna simbolik bahwa manusia berasal dari tanah. Setelah
diambil, tanah tadi diarak oleh ratusan orang dan akhirnya disimpan dalam
daraga yang berukuran 3×3 meter, kemudian dibalut dengan kain putih, lalu
diletakkan dalam peti bernama tabuik;
4)
maambiak batang pisang
yaitu mengambil batang pisang dan ditanamkan dekat pusara;
5)
maarak panja atau
jari yaitu
mengarak panja yang berisi jari-jari palsu keliling kampung. Maarak panja
merupakan pencerminan pemberitahuan kepada pengikut Husein bahwa jari-jari
tangan Husein yang mati terbunuh telah ditemukan;
6)
maarak sorban
yaitu membawa sorban berkeliling dn menandakan bahwa Husein telah
dipenggal; serta
7) membuang tabuik yaitu membawa tabuik ke pantai
dan dibuang ke laut.
Menurut saya
sebaiknya “Perayaan Hoyak Tabuik” ini harus terus dilestarikan dan jangan
sampai hilang bahkan musnah. Dan saya berharap pemerintah lebih dapat
mengembangkan dan memperhatikan budaya istiadat ini untuk selanjutnya. Dan di jadikan icon wisata yang ada di daerah
Pariaman, Sumatera Barat.
Penulis berharap
setelah membaca artikel ini, pembaca dapat mengetahui keunikan dan sejarah
perayaan “Hoyak Tabuik” . Dan dapat tertarik untuk mengunjungi tempat
wisata yang yanng di Pariaman, Sumatera Barat.